Artikel "Privasi di Medsos Terus yang Dimongin, Kita Sudah Tau!"
Privasi di Medsos Terus yang Dimongin, Kita Sudah Tau!
oleh : Sitti Nadia Tri Septiani
Kira-kira
mungkin seperti itu yang kadang di ucapkan kaum remaja ketika orang tua mereka
atau bahkan aktivis berbicara tentang pentingnya privasi di media. Tidak
sedikit artikel-artikel yang berbau yang sama sering mendapatkan kritik dari
pada anak muda ini.
Walau
tidak semua, tapi mereka memang tidak segan-segan mengungkapkan kritik karena
para orang tua selalu saja menganggap mereka tidak menjaga privasi mereka
selama menggunakan Gadget, Smartphone atau PC/Laptop untuk bersosialiasi di
dunia maya.
Beda
dengan akun-akun remaja yang jelas-jelas identik dengan keaslian, tak sedikit
akun anonym remaja yang betebaran dan melancarkan kritik pedas seperti itu,
baik dalam blog mereka atau dalam forum-forum bebas.
Inilah
fenomena dimana remaja kadang terlalu dipaksakan untuk mendengarkan nasihat
yang sebenarnya mereka sudah tau.
Generasi milenium ini, memang dalam mengekspresikan diri kadang sulit
dipahami oleh orang tua pada umumnya.
Tapi
apakah semua remaja mengetahui akan hal ini? Saya rasa tidak. Buktinya, ada
banyak berita tentang remaja yang dilecehkan bahkan diperkosa karena mengenal
“orang asing” di media sosial. Mereka seolah-olah lebih nyaman berkenalan
dengan seseorang “asing” di media sosial dibandingkan keluarga sendiri,
akibatnya semua privasi di buka habis-habisan. Syukur-syukur si “asing” itu
baik orangnya, tapi kalau hanya bertujuan memanfaatkan media sosial untuk
tujuan yang tidak baik, apa jadinya remaja tersebut.
Di
era modern saat ini, segalanya sudah serba instant bahkan cara berkomunikasi
pun semakin beragam dan mudah. Media sosial yang dapat dengan mudah di akses
dan juga semakin disenangi bahkan mewabah di masyarakat khususnya kaum muda di
Indonesia.
Mungkin
yang membaca artikel ini pun,
kemungkinan besar memiliki akun media sosial juga bukan? Perlu
diketahui, Menurut socialbaker.com pengguna usia muda Facebook Indonesia
berjumlah 11.573.000 berusia 13 hingga 17 tahun dan tercatat pengguna internet
di Indonesia per tahun 2012 mencapai 63 Juta (sumber APJII). Ini menunjukkan perkembangan internet semakin
pesat menyatu dengan segala kebutuhan masyarakat. Dari 63 juta tersebut,
mayoritas pengguna Internet di Indonesia berada di rentang usia 15-35 tahun.
Dengan
data tersebut secara kenyataan bahwa remaja indonesia banyak memanfaatakan
media sosial dan mengaksesnya melalui smartphone. Kita tahu dengan kecanggihan
smartphone kapan saja dan dimana saja kita bisa terhubung dengan internet.
Dengan begitu, kalau boleh di kata remaja indonesia tidak lagi terlepas dengan
penggunaan internet serta keaktifan yang meningkat di akun media sosial mereka
sepanjang hari. Apalagi, didukung dengan smartphone, ini dapat menyebabkan
kecanduan.
Dalam
masa labil, kaum muda cenderung ingin coba-coba, selalu ingin mengetahui
sesuatu yang baru dan ingin praktek
layaknya mendapat mainan baru, smartphone yang setiap saat terhubung dengan
internet hampir menjadi teman hidupnya kapan saja, dimainkan saat jalan, sambil
makan bahkan sering di selipkan di bawah bantal saat tidur.
Dengan
keadan itu, anak dan remaja seolah-olah hanya mengandalkan internet dan
smartphone mereka untuk berhubungan dengan orang lain, bahkan yang tidak
dikenal sekalipun. Efeknya kadang kita cenderung bercerita pada teman
dibandingkan orang tua.
Selain
itu hal yang perlu dikhawatirkan bagi para orang tua. Maraknya berita tentang
penipuan, bahkan penculikan hanya dengan modus kenalan lewat media sosial lalu
saling janjian untuk bertemu tanpa mengetahui asal-usul satu sama lain
menyebabkan tindak kejahatan dengan mudah dilaksanakan sang pelaku.
Terlihat
dengan jelas, ketika anak memiliki masalah lebih memilih curhat dengan temannya
dibandingkan bercerita langsung pada orang tua. Pertanyaannya teman sang anak
itu siapa? Apakah teman sekolah atau orang baru yang pertama kali kenal di
media sosial?
Biasanya
lebih banyak kita berkenalan dengan orang yang sama sekali belum bertemu,
apakah ini berbahaya? Kadang tidak berbahaya apabila perkenalan itu dapat
didasari rasa kepercayaan. Namun, dewasa ini justru karena tidak kenal, dengan
gampang kepercayaan bisa disalahgunakan dan ujung-ujungnya terjadi masalah yang
tak diinginkan.
Meningkatnya
penggunaan media sosial hingga merembes ke kegiatan berkenalan dengan seseorang yang tidak
dikenal dengan motif mencari teman baru menjadikan anak sibuk dengan dunianya
sendiri hingga orang tua menjadi jauh dari anak dengan kesibukannya
masing-masing. Anak lebih senang berbicara dengan orang asing, digoda di dunia
maya rasanya biasa, karena tidak ada contact body, tapi dalam kenyataannya
berbahaya. Kenapa? karena sekali lagi orang yang lama kita kenal itu dan merasa
nyaman tetap saja belum pernah bertemu langsung satu kalipun.Bisa saja akun
yang teman kita gunakan tersebut adalah akun palsu yang tidak sesuai dengan informasi
asli tentang dirinya.
Banyak
kaum putri malah baru mengetahui bahwa teman obrolannya selama ini ternyata
jauh beda usianya. Mereka ini kadang memililiki dua tujuan, hanya berkenalan
saja, atau sesuatu yang berlebihan.
Lagi-lagi karena dalam masa puber banyak remaja tidak
memperdulikannya, dan hal ini dapat mendatangkan bahaya karena orang yg baru
kita kenal dapat saja berbuat jahat sama kita tanpa rasa segan dan takut karena
mungkin saja profilnya palsu.
Banyak
tips untuk terhindar dari hal-hal seperti itu. Walaupun untuk remaja sendiri
mungkin dianggap sudah basi, namun jujur atau tidak, kadang sering diabaikan.
Jadi tak ada salahnya saya memberikan beberapa tips saja.
11. Tidak sembarangan menerima sebuah
pertemanan dari akun sosial media yang tidak jelas informasi pada profil akun
tersebut.
22.
Perhatikan juga foto yang orang tersebut
gunakan dalam profilnya, siapa tahu salah satu akun palsu.
33. Ketika berkenalan atau punya teman baru,
kita tidak boleh segampang itu memberikan no hp atau alamat rumah pada
seseorang apalagi jika hanya berkenalan melalui media sosial yang rentan
penipuan.
44. Anda mungkin merasa nyaman ketika
seorang asing mau menjadi pendengar setia, apalagi memiliki hobi yang sama
dan banhkan mau membantu anda kapan
saja, ini memang baik, tetapi bukan berarti semua privasi kita, curhatan kita
harus beberkan begitu saja.
55. Perlu diingat bahwa masa depan mu adalah
tanggung jawabmu, jangan sampai kesalahan yang kamu lakukan karena tidak
memperdulikan privasi menjadi catatan buruk “track record” yang dapat
ditelusuri kembali oleh pemilik kerja, atau mungkin dosen atau juga mungkin
orang lain yang akan menjadi pendampingmu di masa depan.
66. Jadi berpikir dulu sebelum anda klik,
atau posting, karena sekali anda posting maka tidak mudah lagi dihapus begitu
saja, jaringan informasi cukup cepat menyebarkannya. Alhasil privasi kamu akan
terganggu, tersimpan lama dan dapat menjadi batu sandungan buat kamu.
77. Selau terbuka kepada orang tua khususnya
ibu atau kakak yang biasa menemani apa yang kita telah lakukan.
Semua
ini berujung pada hal privasi, hal yang penting adalah nomor HP yang semakin
dianggap lumrah untuk dibagikan ke siapa saja, tanpa sadar kita sangat terbuka
pada orang yang baru dikenal itu. Inilah yang disebut privasi kecil yang tetap harus
dijaga. Status-status di akun media sosial yang dengan mudahnya kita berbicara
tentang lokasi kita berada juga bisa menjadi kesempatan bagi orang-orang yang
memiliki niat jahat. Sebaiknya, fasilitas privasi yang disediakan media sosial
dimanfaatkan semaksimal mungkin. Melihat di zaman sekarang, orang yang baik
sekalipun dapat berubah jahat. Apalagi jika berkenalan lewat media sosial tanpa
tahu informasi yang jelas tentang orang tersebut.
Jadi,
walau sebagai remaja anda jenuh dengan nasehat atau jenis tulisan seperti ini,
tidak ada salahnya anda berpikir ulang dan merenungkannya.
Semoga bermanfaat!
http://blog.dutainsan.org/high-light/2013/08/privasi-di-medsos-terus-yang-diomongin-kita-sudah-tau/
sumber gambar : http://www.connectyourhome.com/news_and_articles/category/internet-technology
1 komentar
Memang betul. Generasi kita ini memang sedikit susah dimengerti.
Seakan-akan orang asing dari medsos sangat asik untuk menjadi teman bicara dari pada keluarga sendiri.
Bahkan ada yang jika menganggap kedekatan ini terlalu berarti, ia rela memberi hal privacy kecilnya seperti no telp dan masalah pribadi. (Padahal belum pernah bertatap muka kan?).
Padahal, itu adalah awal permulaan ancaman untuk diri sendiri. Apalagi, kalau diri sendiri memang tipe orang yang lengah (Baper istilah gaulnya)
Posting Komentar
Coretkanlah Opinimu :)