Artikel "Siapkan Mental Kerja Sejak Muda, Itu Perlu!"

Unknown Reply 04.49


Siapkan Mental Kerja Sejak Muda, Itu Perlu!

 oleh : Sitti Nadia Tri Septiani

Semua orang pasti menginginkan pekerjaan yang terbaik bagi penghidupannya, minimal untuk jangka waktu pendek.  Setelah bertahan dan memiliki pengalaman yang cukup maka ia berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi, ini adalah hal yang dapat diterima secara wajar  karena kebutuhan seseorang seiring dengan bertambahnya usia maka kemungkinan besar ia membutuhkan penghasilan yang memadai.
Pertanyaan sederhana yang sering saya dengar, “kalau lulus sekolah kamu mau apa?”. Maklum sebagai siswa kelas 3, saya sudah harus menentukan pilihan saya. Jawabannya, tentu saja melanjutkan kuliah, dan bila dimungkinkan dapat mendapatkan kerja selingan untuk meringankan beban orang tua dalam membiayai pendidikan saya. Pemikiran ini sangat idealis bukan?
Wajar saja bila di usia saya akan memikirkan hal-hal tersebut, tanpa memikirkan kendala apa yang akan saya hadapi nantinya, Kuliah dan bekerja. Hmmm kata orang tidak mudah, tapi mungkin saya akan mencobanya kelak, jika dapat berjalan baik dan tidak saling mengganggu, sah-sah saja bila saya akan bertahan dengan pemikiran “Kuliah sambil bekerja”.
Nah, kalau kemudian saya ditanya lagi, setelah kuliah, apa mau melanjutkan kuliah lagi ke jenjang lebih tinggi? Pikiran sederhananya, mau-mau saja, asal.. jangan sampai membebani orang tua lagi. Maka dari itu, pemikiran “kuliah sambil kerja” semoga saja penghasilannya dapat membantu saya untuk meneruskan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi.
“Apakah  kamu yakin, harus kuliah terus, apa gak bosan tuh?” Hmmm .. saat ini saya berpikir sederhana, kalau terjadi saya akan berusaha mengatasi kebosanan tersebut.  Tapi, ini semua hanya keinginan, yang pada intinya saya memiliki prinsip untuk mengurangi beban orang tua saya dalam membiayai pendidikan saya. Idealis lagi bukan? Tapi wajar saja bukan?
Sampai di sini, maka gambarannya sudah jelas, setelah tamat dan kemudian kuliah. Dan jika pertanyaan ini berlanjut, pilihan kerja seperti apa yang nantinya saya pilih? Wah... bagi saya yang penting sesuai dengan pendidikan dan kemampuan saya pastinya.  Semua orang pasti memiliki pemikiran serupa bukan?
Beranjak dari anggapan terakhir ini, maka untuk memperoleh suatu pekerjaan saya terjemahkan harus sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman.  Pendidikan pasti berhubungan dengan nilai-nilai akademis, apakah dengan lulus cum laude seseorang yang baru lulus harus langsung mendapat pekerjaan harusnya sangat layak seperti menduduki jabatan puncak dalam perusahaan? Boleh-boleh saja kalau itu  hal tersebut menjadi tolak ukurnya.  Namun bagaimana dengan Cum Laude tapi “nol” pengalaman, artinya sejak kecil waktunya selalu disisi dengan sekolah dan sekolah terus, tentu perusahaan yang menerimanya akan berpikir lain. So.. kesimpulannya, pengalaman juga turut berperan walau secara akademis seseorang dinilai super bukan?
Berarti pada tahapan ini, bila kelak saya mengalaminya, saya akan berpikir benar bahwa tidak salah dengan pemikiran saya di awal yaitu bekerja dan kuliah. Lagian tujuan yang disebutkan sudah jelas, membantu orang tua. Walau mereka sendiri tidak akan keberatan. Selain itu, tentunya dengan bekerjaa saat kuliah, saya dapat mengumpulkan pengalaman saya bukan? 
Kemudian bila semua keinginan saya tersebut terpenuhi, maka ukuran selanjutnya seberapa banyak uang yang dapat saya kumpulkan dan untuk apa? Saya pikir wajar kok, kalau saya berangggapan bahwa saya ingin mengumpulkan banyak uang dari kerja keringat saya yang halal. Kalau di tanya untuk apa, pasti untuk kebutuhan standar pribadi saya dulu yang tidak berlebihan, baru lah kemudian menyisahkan kelebihannya untuk keluarga atau orang-orang yang saya cinta serta tentunya masyarakat dalam kegiatan-kegiatan sosial.  Idealis lagi bukan? Tapi wajar kan kalau saya  berpikir begitu? So doakan saya.
***
Sekarang saya kembali ke pembahasan awal, mengenai bekerja di usia muda atau di saat kita memang sedang mengikuti pendidikan yang diwajibkan dan untuk mengumpukan berbagai pengalaman yang mungkin kita dapat dalam dunia pekerjaan atau kegiatan lain di luar rutinitas sekolah.
Bekerja mendapat upah itu wajar, Ujung-ujungnya cari duit untuk hidup dan sukses tentunya. Yup, pada umumnya itulah jawaban yang akan terlontar jika ditanyai tentang rencana masa depan, kalau bukan kuliah ya langsung kerja. Apalagi kalau bukan untuk menjadi sukses? Semua orang tentu mendambakan yang namanya sukses tak terkecuali saya pribadi maupun kamu!
Tapi, apakah harus menunggu lulus sekolah atau kuliah, kita akan terjun secara tiba-tiba ke dalam dunia kerja yang super ketat? Mungkin sebagian orang merasa pelajaran di sekolah sudah cukup sebagai modal untuk sukses nantinya. Tapi, pada kenyataannya berdasarkan catatan BPS (Badan Pusat Statistik) jumlah pengangguran pada Februari 2013 mencapai 7,17 juta orang. Banyaknya pengangguran menandakan persaingan untuk mencari kerja juga semakin meningkat.
Tak jarang terlihat sebagian orang menghabiskan masa mudanya hanya untuk foya-foya. Namun, dilain sisi tak sedikit juga yang memang sudah terlatih mempersiapkan karir masa depannya secara perlahan. Mempersiapkan mental bekerja untuk meniti karir di masa depan tidak mengharuskan anak muda sekarang untuk bekerja sambil belajar, ini lebih kepada kemandirian anak tersebut dan bagaimana untuk memantapkan diri agar tidak kaget menghadapi keras dan susahnya mencari kerja.
Karir ini boleh dikatakan sebagai cita-cita sehingga dalam menggapai cita-cita tersebut perlu dipersiapkan secara dini. Biasanya yang disoroti adalah prestasi akademik, pada umumnya orang-orang beranggapan prestasi yang gemilang merupakan awal dari kesuksesan sehingga karirnya juga akan cemerlang di masa depan.
Pada dasarnya memang tidak salah, tetapi jenjang karir yang seperti terlihat saat ini tidak ditentukan 100% karena prestasi akademis. Pengalaman dan jiwa sosialisasi juga sangat menunjang dalam meniti karir.  
Melatih diri dengan turut aktif dalam pendidikan ekskul serta aktif berorganisasi di sekolah juga sangat diperlukan guna mempersiapkan diri untuk terjun langsung di dalam getirnya dunia yang sesungguhnya di tengah-tengah masyarakat nanti. Namun, bagi sebagian pandangan orang tua bahkan umumnya, mereka memandang ekskul dan hobi lainnya justru akan mengganggu prestasi sekolah anak mereka.
Pada ke                nyataanya tidak semua begitu. Ekskul di sekolah malah akan memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak akan didapatkan saat berada di dalam kelas. Belajar berorganisasi secara tidak langsung telah mengajarkan pada kita bagaimana berinteraksi dan bekerja sama dengan teman-teman kita yang memiliki beraneka ragam karakter masing-masing. Pengalaman-pengalaman kerja sama seperti itulah yang akan sangat berguna saat menjejaki dunia kerja nantinya. Sehingga, nantinya kita tidak kaget dan kualahan lagi dalam artian kita sudah tahu bagaimana harus bersikap berkat pengalaman dari berorganisasi tersebut.
Walau jauh dari ekskul yang biasanya, beberapa "ekskul" spesial yang dapat dipelajari dengan mudah dan diperoleh sehari2 dengan gratis adalah bagaimana membantu dan memahami pekerjaan orang tua. Begitu halnya dengan organisasi , dengan begitu kita di latih untuk dapat bersosialisasi dengan orang lain, bukan nantinya kerja one man show.
Pengalaman yang didapat dari ekskul dan cara-cara berorganisasi yang benar ini bila dikombinasikan dengan nilai prestasi akademis yang memadai akan sangat membantu generasi muda saat ini untuk meniti karir mereka semakin cemerlang nantinya. Dapat dikatakan standar dasar/modal yang paling memadai bagi seseorang untuk berjuang meniti katirnya.
Namun, persoalannya apa semua orang tua setuju membiarkan anaknya mengkombinasikan belajar dan ikut ekskul serta belajar berorganisasi? Karena terlihat tidak sedikit orang tua hanya menuntut sang anak untuk sekolah, les dan terpaku di depan buku pelajaran.
Bahkan ada anak yang sekolah dari pagi hingga pulang sore hari, hanya karena disibukkan oleh kegiatan les dan belajar.Tapi, kembali lagi setiap orang tua berhak atas pendidikan anak dan bebas menentukan bagaimana mendidik anak mereka. Namun, alangkah baiknya anak juga di beri kesempatan mempelajari hal lain yang tidak ia dapatkan dipelajaran di sekolah ataupun saat bertatap muka dengan sang guru. Hal-hal berbau organisasi terkadang memang mengundang aura negative dari para orang tua tetapi pada dasarnya memiliki manfaat yang luar biasa.
Pertanyaan lagi, apakah dengan ikut organisasi bahkan pendidikan kepribadian menyita waktu belajar? Nah, inilah yang menjadi momok besar bagi para orang tua. Mereka menganggap kegiatan-kegiatan organisasi akan menghambat sang anak untuk aktif dan belajar bahkan sebagian besar takut anaknya akan sibuk dan lupa dengan tugas utamanya yaitu belajar.
Tapi, kembali lagi pada sang anak. Di era speerti ini, ketika persaingan di dunia kerja semakin ketat mereka juga harus di bekali bagaimana mengatur waktu. Peran orang tua pun sangat dibutuhkan disini. Dukungan serta tak bosan-bosannya mengingatkan sang anak bukan malah mengurung mereka hanya bersama buku pelajaran semata.
Dengan adanya dukungan serta kepercayaan yang diberikan, sang anak juga akan belajar untuk tidak mengecawakan dan berusaha sebaik mungkin. Tapi, tetap harus selalu terkontrol oleh orang tua.
Kebetulan, saya juga aktif dalam beberapa ekskul di sekolah. Saya teringat dengan nasehat Pembina saya, Beliau bilang “Percuma pintar tapi tidak tahu berorganisasi dan bersosialisasi. Tapi, percuma juga aktif dalam organisasi tapi otaknya tak pernah diasah” Nah, saya sangat setuju dengan nasehat Pembina saya itu. Beliau sempat menambahkan pula, kepintaran/ ilmu itu harus dibagi, salah satu cara membaginya dengan beroganisasi, bersosialisasi dan saling bekerja sama. Karena kembali lagi pada hakekat seorang manusia sebagai makhluk sosial. Dalam dunia kerjapun juga begitu nantinya, kita tidak bisa bekerja sendiri-sendiri.
Percaya atau tidak, keberhasilan juga tidak hanya berasal dari nilai akademis apalagi dilakukan dengan paksaan karena tekanan orang tua untuk belajar, belajar, belajar. Mereka yang berhasil "walau tidak bodoh amat" mampu survive menjalani kehidupan, mencapai karir yang tinggi. Kita tidak lupa bukan,  para tokoh dunia, seperti Bill Gates sang pembuat Facebook, sempat gagal dalam sekolah karena ingin mengejar bisnis.
Tapi apakah ini dapat dijadikan contoh? Tentetu saja tidak dapat di jadikan patokan, tidak semua orang dapat mengukur kemampuannya sendiri. Ini hanya sekedar bukti bahwa nilai akademis tidak dapat menjamin 100% kesuksesan seseorang. Tapi, mengabaikan hal-hal berbau akademis juga bisa jadi akan berakibat fatal nantinya. Oleh karena itu, pengalaman serta nilai akademis yang menunjang saat dibutuhkan di zaman sekarang ini.
Seseorang yang pintar sebagaimanapun jika tidak didukung dengan mental baja, akan kesulitan ketika terjun dalam dunia kerja yang sesungguhnya.Yang perlu diingat untuk menghadapi masa depan adalah ditentukan oleh diri kita sendiri, walaupun ada campur tangan orang lain, tidak akan menjamin hal itu.
So… Mari pupuk semangat berkarir untuk masa depan Anda!


sumber tulisan  : 






Posting Komentar

Coretkanlah Opinimu :)

Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Dear Readers...

Tulisan itu memang terkadang membosankan.. namun bertahanlah sampai klimaks .. Temukan yang tak terduga ;) Jemari rapuh ini, hanya sebagai perantara bagi gadis yang tak bisa berhenti berkicau walau tak ada siapapun di sekitarnya..

Popular Posts

Twitter

Followers